KUALASIMPANG - Hingga Kamis (15/1) siang, banjir
masih mendera empat daerah di Aceh, meliputi Kabupaten Pidie, Aceh Utara, Aceh
Tamiang, dan Kota Subulussalam. Dampak paling parah dirasakan di Tamiang. Pada
hari keempat, banjir mulai merendam sedikitnya 3.400 rumah di enam kecamatan
dalam kabupaten yang berbatasan dengan Sumatera Utara ini. Sumut sendiri memang
sedang dilanda banjir.
Di Tamiang, selain ribuan rumah
terendam banjir, pengungsi juga bertambah. Mereka umumnya mengungsi ke posko
pengungsian yang didirikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh
Tamiang. Sebagian lainnya mengungsi ke rumah panggung milik tetangga atau
saudaranya.
Kepala BPBD Aceh Tamiang, Jalaluddin
kepada Serambi kemarin menyebutkan, kecamatan yang terendam banjir di Tamiang
meliputi Kecamatan Kualasimpang, Rantau, Sekrak, Bendahara, Seruway, dan Karang
Baru. Secara umum debit air Sungai Tamiang mulai berkurang, namun di hilir
airnya semakin tinggi. Di Kecamatan Bendahara air bahkan sudah melewati tanggul
sungai dan pengungsi semakin banyak. “Tanggul sungai di Bendahara juga
jebol. Tinggi air sudah lebih dari satu meter di dalam rumah warga,” ujarnya.
Di Kecamatan Seruway, banjir juga masih
merendam rumah warga, meski tanggul sungai di Gelong yang jebol sudah
diperbaiki. Tapi air sungai merembet dari sejumlah patahan tanggul dari bagian
bawah sungai dan air masuk ke permukiman warga.
Bahkan, kemarin jalan desa di
Bendahara tergenang setinggi 70 cm dan hanya dapat dilewati kendaraan roda
empat jenis double cabin. Untuk bepergian antardesa, seperti di Rantau Pakam,
Teluk Kepayang, dan Teluk Kemiri, sebagian warga terpaksa menggunakan sampan.
BPBD Aceh Tamiang sudah menyalurkan
bantuan sembako kepada pengungsi. Untuk menutupi tanggul yang jebol di
Bendahara, pihak BPBD menyerukan agar camat dan warga setempat mengisi tanah ke
dalam goni untuk menimbun tanggul yang jebol, mengingat alat berat (beko) belum
bisa melewati daerah itu.
“Kita sudah kirim 300 goni berisi
tanah untuk menutupi tanggul jebol. Selain itu, empat tenda pengungsian sudah
kita dirikan di Kecamatan Rantau. Sedangkan logistik untuk warga Bendahara
dipasok oleh kantor kepala desa yang letaknya agak tinggi,” sebut Jalaluddin.
Dari Subulussalam dilaporkan, ratusan
rumah warga di tiga desa dalam Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam,
hingga Kamis (15/1) petang masih tergenang banjir meski tinggi air mulai
berkurang antara 40-50 cm dari sebelumnya mencapai 200 cm. Ketiga desa yang terimbas
banjir kiriman itu adalah Suka Maju, Jabi-Jabi, dan Sigrun.
Banjir kiriman
dari Kutacane, Aceh Tenggara, itu juga menyebabkan aktivitas belajar-mengajar
di SD Negeri Jabi-Jabi lumpuh total karena pekarananya terendam banjir semeter
lebih. Sementara bantuan bahan pangan berupa beras dan mi instan dari BPBD
setempat baru tiba di kantor kecamatan dan belum dibagikan kepada korban
banjir.
Camat Sultan Daulat, Khairunnas SE
kepada Serambi mengakui banjir di wilayahnya memang mulai surut, namun warga
belum dapat kembali ke rumah lantaran masih terendam. Khairunnas berharap Dinas
Kesehatan Kota Subulussalam segera membangun posko kesehatan di lokasi
mengingat banjir tersebut berpotensi memicu penyakit.
Hal senada disampaikan Darman, warga
Desa Sigrun. Menurutnya, air masih menggenangi sebagian rumah penduduk di sana.
Sebagian besar warga bertahan di lantai dua rumah mereka atau mengungsi ke
rumah kerabatnya. “Rata-rata rumah warga memang berloteng, jadi mereka bertahan
di atas. Kalau mengungsi jauh, warga khawatir dengan keamanan harta mereka,”
ujar Darman.
Ia berharap, jika memang ada bantuan
salurkanlah segera, mengingat banyak warga yang kesulitan memasak karena
dapurnya terendam.
Dari Pidie dilaporkan, delapan gampong
di Kecamatan Pidie, Kamis sekitar pukul 06.00 WIB terendam banjir karena Krueng
Dhoe meluap. Desa yang kebanjiran itu meliputi Gampong Tibang, Blang Galang,
Leubue, Galang Mancang, Blang Galang Meunasah Raya, Krueng Dhoe, Pulo Bubee,
Lamkuta, dan Lhok Keutapang. Banjir
juga melumpuhkan aktivitas belajar-mengajar di SDN Leubue.
Air mulai naik ke permukiman warga
pukul 06.00 WIB pagi. Hingga pukul 14.30 WIB kemarin, air belum surut. “Rumah
saya di Tibang ikut terendam air setinggi lutut anak-anak,” lapor Ketua Komisi
C DPRK Pidie, Drs Isa Alima, kepada Serambi.
Menurut politisi Partai Gerindra itu,
banjir yang melanda delapan gampong di Kecamatan Pidie itu akibat meluapnya
Krueng Dhoe setelah hujan deras mengguyur Pidie berjam-jam. “Sungai tersebut
sudah dangkal, sehingga saat air sungai melimpah di hulu sasarannya langsung ke
permukiman warga di Kecamatan Pidie,” ujar Isa Alima.
Camat Delima, Mahdi SSos dan Camat
Padang Tiji, Zainal SSos sama-sama mengakui, setelah alat berat dikerahkan, dan
BPBD Pidie membersihkan kayu di Sungai Mila, banjir langsung surut.
Sekdakab Pidie, H T Anwar ZA MSi
menyebutkan, banjir melanda Kecamatan Pidie karena permukaan Krueng Dhoe telah
menyempit akibat menjamurnya rumah dan bangunan lain yang didirikan di atas
bantaran sungai. “Kami akan bicarakan kembali dengan Kepala Bappeda Pidie untuk
menormalisasi sungai tersebut,” katanya.
Dari Aceh Utara dilaporkan, enam desa
dalam Kecamatan Matangkuli hingga Kamis sore masih tergenang banjir setinggi 30
cm. Namun, tidak ada warga yang mengungsi.
Keenam desa yang masih terendam banjir
itu adalah Gampong Hagu, Alue Thoe, Siren, Lawang Tanjong Muda, dan Gampong
Mee. “Ada sekitar 91 rumah yang masih terendam banjir di Matangkuli,” ujar
Kepala BPBD Aceh Utara, Munawar. Sementara, banjir di Kecamatan Pirak Timu
sudah surut. “Warga pun sudah kembali ke rumahnya,” kata Munawar. (aceh.tribunnews.com)
0 comments:
Post a Comment