Jalan diplomasi sudah lama dibangun. Banyak
cendekiawan yang dilibatkan dalam menjalin hubungan dengan bangsa dan peradaban
lain. Pemerintahan Islam di abad pertengahan banyak mengirim diplomatnya,
selain untuk menjaga pertemanan, juga untuk mewujudkan perdamaian.
Jere L Bacharach dalam bukunya Medieval
Islamic Civilization, an Encyclopedia mengatakan, praktik diplomasi sudah
menjadi bagian dari politik Islam sejak berabadabad silam. Sejarawan ini
mencatat, terdapat dua karakteristik diplomasi yang dipraktikkan umat Islam.
Pertama, pada masa awal Islam, tujuan
religius menjadi fokus. Diplomasi adalah untuk mengajak kaum di luar Islam
untuk memeluk Islam, beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Sedangkan,
karakteristik kedua, lebih bersifat politis. Pada masa pemerintahan Islam
banyak ekspedisi dan perluasan wilayah.
Mereka harus berhubungan dengan banyak
negara dan peradaban lain. Diplomasi dibutuhkan untuk memperkuat aliansi,
pertukaran pengetahuan, perdagangan, dan perdamaian. Ibnu Batutta menjadi salah
satu tokoh utusan yang mewarnai perkembangan diplomasi di dunia Islam.
Ia dikenal pula sebagai penjelajah terbesar
bangsa Arab. Hampir separuh dunia pernah dikunjunginya. Ibnu Batutta melakukan ekspedisi
pengembaraan hingga puluhan tahun lamanya. Nama lengkap tokoh asal Maroko itu
adalah Syamsuddin Muhammad bin Abdullah alTanji. Namun, lebih dikenal dengan
panggilan Ibnu Batutta.
Dirinya mengabdi pada pemerintahan Sultan
Abu `Inan. Beberapa ekspedisi perjalanannya dicatat pada karya yang ditulis
sarjana bernama Ibnu Jauzi. Selain menjadi pengembara, Ibnu Batutta juga ahli
geografi yang cermat. Keistimewaan yang dimilikinya membuatnya diberi
kepercayaan oleh Sultan Abu `Inan.
Sultan menunjuknya sebagai utusan Islam
untuk Dinasti Yuan, penguasa negeri Cina. Ibnu Battuta menerima amanat tersebut
dan berangkat ke wilayah timur jauh. Berkat pengetahuan yang luas dan
kecakapannya dalam bernegosiasi, terjalin hubungan erat antara pemerintahan
Islam dan Cina.
Selama berabad-abad hampir tak ada konflik
yang muncul dalam hubungan kedua pemerintahan itu. Bahkan, terjadi transfer
pengetahuan yang pesat. Kerja sama perdagangan kian meningkat. Selain Ibnu
Batutta, muncul pula nama lainnya, yaitu Nadhir al-Harami.
Ia pemimpin rombongan utusan Khalifah
al-Muqtadir ke kawasan Volga Bulgars. Sebuah negara yang terletak di Sungai
Volga dan Kama, Rusia. Seluruh kisah perjalanan maupun langkah diplomasi
alHarami terekam dalam buku berjudul Ar-Risalah karya Ibnu Fadhlan. Ia
merupakan sekretaris rombongan.
Al-Harami sukses menjalankan titah
khalifah. Sebelumnya, penguasa dan masyarakat Volga Bulgas bersedia mempelajari
agama Islam. Utusan dari Volga tiba di Baghdad pada 920 Masehi. Mereka meminta
kepada khalifah agar dikirimkan ahli-ahli agama untuk mengajar di sana.
Ada pula nama Abd el Ouahed bin Messaoud.
Ia bekerja di pemerintahan saat Ahmad al-Mansur menjadi penguasa Maroko pada
sekitar abad ke-16. Jabatannya adalah sekretaris kerajaan. Saat itu umat Islam
di Maroko sedang menghadapi pertikaian dengan bangsa Spanyol.
Abd el-Ouahed lantas diutus menemui Ratu
Elizabeth I dari Inggris. Tujuannya agar terjalin aliansi antara Maroko dan
Inggris untuk bersama menghadapi kekuatan armada Spanyol. Jalan ini ditempuh
karena sebelumnya kekuatan Inggris mampu mengalahkan armada Spanyol, yaitu pada
1588 Masehi.
Mereka lantas menguasai wilayah Cadiz.
Pasukan Maroko menang atas Spanyol pada pertempuran Alcazar tahun 1578. Dua
momen itu mengilhami Ahmad al-Mansur. Dia ingin dua kekuatan, Inggris dan
Maroko, bersatu. Lantas dikirimlah diplomat terbaiknya, Abd el Ouahed yang tiba
di Inggris pada 1600 Masehi.
Selama menjalankan misi diplomasinya, Abd
el Ouahed didampingi Haji Messa dan Haji Bahanet. Pun seorang penerjemah
bernama Abd el Dodar. Tujuan lain utusan ini adalah membuka jalur perdagangan
antara kedua negara. Mereka bertemu Ratu pada 19 Agustus dan 10 September.
Rombongan itu menghabiskan waktu selama
enam bulan di Inggris. Saat itu, Ratu belum memberikan jawaban atas tawaran
kerja sama dalam menghadang Spanyol. Namun, ia menerima keinginan Maroko untuk
menjalin perdagangan. Abd el Ouahed berusaha menjalankan tugas dengan
sebaikbaiknya.
Ia membahas dengan perinci prinsip-prinsip
kerja sama yang akan dijalankan kedua negara. Seperti besaran kompensasi dari
masing-masing negara untuk memperkuat perniagaan. Demikian pula bantuan
pembuatan kapal perang. Menurut Jere Bacharach, Abd el Oauahed menunjukkan
dedikasi luar biasa.
Bacharach mengatakan, Abd el Oauahed
memiliki karakter seorang diplomat sejati yaitu loyal, berpengetahuan luas,
mahir berbicara, cermat, pantang menyerah, dan tegas. Menurut dia, pengiriman
misi diplomatik semacam itu juga lazim dilakukan penguasa Islam di Spanyol
maupun Palestina.
Praktik itu kian intensif karena kerap
timbul gejolak di kawasan tersebut. Para diplomat dan utusan dengan keahlian
hebat sangat dibutuhkan untuk meneruskan peradaban Islam yang gemilang.
0 comments:
Post a Comment