Malang - Cerita
tentang Prabu Boko mengerahkan pasukan jin untuk membangun 1.000 candi dalam
waktu semalam menjadi mitos yang terkadang diyakini keberadaannya di
masyarakat.
Dikisahkan,
Prabu Boko hendak mempersunting gadis pujaannya, Roro Jonggrang untuk dijadikan
permaisuri. Jonggrang yang tak kuasa menolak lamaran akhirnya mengajukan syarat
bertujuan untuk memberatkan agar niat sang Prabu yang dikenal jahat itu tidak
terwujud. Karena itu, dia meminta dibangunkan 1.000 candi dalam waktu semalam.
Kerja
keras Prabu Boko dengan pasukan jinnya selama satu malam, hanya berhasil
membangun 999 candi. Jonggrang sengaja menggagalkan. Dia membangunkan ayam-ayam
dengan mengalunkan tetabuhan dari lesung dan membakar jerami sebagai pertanda
hari telah pagi.
Mitos
pengerahan pasukan jin untuk sebuah pekerjaan besar yang tidak mungkin
dilakukan manusia juga muncul di zaman modern. Kisah serupa mitos Prabu Boko
itu muncul di Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Masjid
sekaligus Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri'asali Fadlaailir Rahmah
diyakini dibangun oleh ribuan pasukan jin. Masjid itu dipercaya 'tiba-tiba'
muncul di tengah pemukiman yang padat penduduk. Konon masyarakat sekitar juga tidak
pernah mengetahui aktivitas pembangunannya.
Karena
itu, Masyarakat sekitar kemudian menyebut sebagai masjid Tiban, artinya masjid
yang muncul secara ajaib, tiba-tiba dan bernuansa kegaiban. Bahkan diyakini
dibangun dalam waktu satu malam.
Lokasi
masjid tepatnya di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur Nomor 10, RT 07/RW 06
Desa Sananrejo, Turen, Kabupaten Malang, sekitar 40 kilometer dari Kota Malang.
Cerita
dari mulut ke mulut semakin menguatkan kepercayaan kalau masjid megah berlantai
10 itu dibangun oleh tentara jin. Pengunjung berdatangan dari berbagai penjuru
daerah, meyakini kalau proses pembangunannya hanya dikerjakan dalam waktu satu
malam. Mereka berduyun-duyun ingin melihat langsung bangunan tersebut.
"Isunya
dari masyarakat memang begitu dibangun dalam waktu satu malam. Orang-orang yang
tinggal di sekitar masjid tidak mengetahui adanya aktivitas alat berat.
Bangunan besar berlantai 10, tentu menggunakan crane atau molen pengaduk semen.
Tetapi tidak pernah terlihat sampai sekarang," kata Arif Maulana, seorang
pekerja asuransi yang berkunjung bersama teman sekantornya dari Kediri karena
penasaran, Minggu (11/1/2015).
"Sekarang
ada yang belum jadi, tapi tiba-tiba biasanya sudah terselesaikan," katanya
menambahkan.
Bangunan
masjid berornamen Timur Tengah dengan warna dominan biru dan putih itu memang
berada di tengah-tengah pemukiman yang padat. Jarak dari jalan raya menuju
lokasi, sekitar satu kilometer. Namun karena bentuk bangunannya yang menjulang
tinggi, orang bisa langsung melihatnya dari jalan raya.
Sepanjang
jalan menuju lokasi sudah dipenuhi para pedagang dari masyarakat sekitar
masjid. Sementara kendaraan besar harus parkir di pingir jalan raya.
Semula
jalan masuk hanya bisa dilalui kendaraan kecil, namun setelah dipaving
kendaraan pribadi sudah bisa langsung masuk ke komplek masjid. Hanya saja untuk
bus tetap tidak bisa masuk ke lokasi.
Memang,
lazimnya sebuah masjid di kampung pasti proses pembangunannya akan melibatkan
masyarakat sekitar. Biasanya mereka mengajak bergotong-royong untuk pengecoran
atau pekerjaan lainnya. Tetapi masjid Tiban sama sekali tidak melibatkan warga
sekitar.
"Dulunya
saat pembangunan masjid memang tertutup, jadi saat dibuka sudah setengah jadi.
Warga juga melihat mobil colt masuk membawa bahan bangunan, tetapi sepertinya
tidak banyak. Kalau alat berat memang tidak pernah ada. Tapi tiba-tiba sudah
jadi bangunan besar," kata warga Turen, Sulistyo.
Namun
seperti warga yang lain, Sulis menyimpan kepercayaan kalau masjid tersebut
dibangun oleh sebangsa jin. Kisah itu rupanya sudah berkembang luas bahkan
menyebar ke luar daerah, kendati di berbagai sudut ditulis untuk tidak percaya
pada tipu muslihat dan takhayul. Masyarakat rupanya terlanjur meyakininya. (www.merdeka.com)
0 comments:
Post a Comment