JAKARTA -
Usai polemik Al-Quran langgam jawa usai, kini Wakil Presiden Jusuf Kalla dan
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melakukan 'psywar' pada umat Islam lagi 10
hari jelang puasa Ramadhan 2014 yang diperkirakan jatuh pada tanggal 18 Juni
2015.
Jika Wapres JK
disindir netizen karena menyatakan masjid dilarang setel kaset mengaji yang
menyebabkan polusi suara, kini Menteri Agama lagi-lagi berkicau soal
menghormati pemilik tempat-tempat makan memiliki hak untuk tetap buka pada
siang hari selama Ramadan.
Entah
disengaja atau tidak (*baca settingan), namun rupanya netizen menelan
mentah-mentah kicauan Menteri Agama. Berikut penelusuran Voa-Islam.com
Ini
kicau Menteri Agama melalui akun twitter @lukmansaifuddin.
Menteri
Agama juga kembali menilai tak hanya orang berpuasa yang harus diperhatikan dan
dihormati. Orang yang tak berkewajiban atau lagi tidak berpuasa pun harus tetap
dihormati.
"Warung2
tak perlu dipaksa tutup. Kita hrs hormati juga hak mrk yg tak berkewajiban dan
tak sedang berpuasa," tulis Lukman di laman Twitter pribadinya,
@lukmansaifuddin, Jumat (5/6/2015) pekan lalu.
Namun Menteri Agama Lukman segera
menanggapi melalui akun Twitternya 8 Juni 2015, 21:00 wib, simak bantahan Menag
berikut ini :
1/12. Berikut ini tanggapan atas twit saya yg
telah diubah kalimatnya sedemikian rupa sehingga berubah makna. #ubahtwit
2/12. Twit asli: "Warung2 tak perlu
dipaksa tutup. Kita hrs hormati juga hak mrk yg tak berkewajiban dan tak sedang
berpuasa..". #ubahtwit
3/12. Twit saya itu muncul sebagai
tanggapan atas adanya pandangan yg kehendaki agar warung2 ditutup saja di bulan
puasa. #ubahtwit
4/12. Ada 2 hal yg ingin saya sampaikan
lewat twit itu. Pertama; tak perlu ada paksaan untuk menutup warung di bulan
puasa. #ubahtwit
5/12. Bila ada yg sukarela menutup
warungnya, tentu kita hormati. Tapi muslim yg baik tak memaksa org lain menutup
sumber mata.. #ubahtwit
6/12. ..pencahariannya demi tuntutan
hormati yg sedang puasa. Saling menghormati adalah ideal. Tapi jangan paksa
satu kpd yg lain. #ubahtwit
7/12. Kedua; kata 'juga' pada "kita
harus hormati juga" secara implisit mengandung makna: selain menghormati
yg sedang berpuasa, #ubahtwit
8/12. kita juga dituntut hormati hak
mereka (dalam mendapatkan makanan/minuman) yg tak wajib berpuasa karena bukan
muslim. #ubahtwit
9/12. Juga menghormati hak muslim/ah yg
tak sedang berpuasa karena keadaan (musafir, sakit, perempuan haid, hamil,
menyusui). #ubahtwit
10/12. Tapi kalau kalimat twit saya itu
diubah jadi: "Kita harus hormati yang tak puasa", tentu maknanya jadi
berbeda sama sekali. #ubahtwit
11/12. Saya tak tahu penyebab pengubahan
kalimat twit saya itu karena ketidaktahuan, ketaksengajaan, atau memang ada
motif lain. #ubahtwit
12/12. Apapun penyebabnya, saya maklum.
Moga ini bisa bikin terang konteks dan maksud dari twit saya yg diplintir itu.
;) Sekian. #ubahtwit
Jangan sampai pemeo ini menjadi
kenyataan "mayoritas wajib menghormati minoritas, dengan syarat kalo
Muslim yang mayoritas" #IndonesiaMahGituOrangnya.
Bagaimana pendapat anda?
(rojul/dbs/voa-islam.com)
0 comments:
Post a Comment